-->
https://www.idblanter.com/search/label/Template
https://www.idblanter.com
BLANTERORBITv101

Sabotase Diri | Bentuk, Bahaya dan Cara Mengatasinya

Senin, 21 Oktober 2019

Pernahkah kamu merasa mengerjakan suatu hal dengan tujuan yang sangat penting lalu kemudian gagal total karena merasa melakukan suatu hal yang menurut kamu bodoh? Atau, mungkin kamu merasa stres dan cemas saat mencoba mencapai hal penting itu? Yang kemudian membuat dirimu menjadi semakin frustrasi, berkecil hati atau marah pada diri sendiri. Perasaan itu tertahan dan membuat kamu tidak dapat melakukan apa yang yang harusnya dikerjakan.

Hal tersebut merupakan tanda Self-Sabotage (Sabotase Diri).

Sabotase diri mengikis rasa percaya diri dan harga diri kita, juga berefek pada hubungan dengan orang lain. Untuk setiap pekerjaan yang kemudian gagal diselesaikan, kita "membuktikan" pada diri sendiri bahwa kita tidak mampu dan seharusnya tidak mengerjakan itu.

Apa pun bentuk perilaku Sabotase diri yang kita miliki, penting untuk menyadari dan mengatasinya, jika ingin memaksimalkan hidup dan karier kita.

Apa itu Sabotase Diri?

2 kata, Self (diri) dan Sabotage (sabotase). Self merujuk pada diri sendiri. Sedang sabotage (sabotase) menunjuk pada tindakan menghancurkan atau merusak sesuatu, yang seringkali dilakukan secara rahasia. Biasanya, dilakukan secara langsung dan disengaja oleh pelaku sabotase. Oleh karenanya, istilah ini sering digunakan dalam kontek yang berkaitan dengan mata-mata atau dalam bisnis, dimana orang dalam (orang sendiri) yang menyebabkan kerusakan.

Istilah Sabotase diri digunakan ketikan perilaku destruktif atau merusak mengarah pada diri sendiri. Awalnya, anda mungkin tidak sadar melakukan Sabotase diri. Namun, saat berulang dan menjadi kebiasaan negatif yang konsisten merusak pekerjaan anda, itu bisa dianggap sebagai bentuk melukai diri sendiri secara psikologis (Psychological self-harm).

Bagaimana bentuk Sabotase diri?

Sabotase diri bisa nampak dalam berbagai bentuk perilaku yang berbeda dan unik untuk tiap orang. Namun, ada beberapa contoh bentuk umum dan berulang. Misalnya, dalam bekerja, kita mungkin "lupa" dengan deadline, atau gagal mempersiapkan presentasi dengan baik. Kita secara konsiten terlambat kerja/kuliah. Dan mungking berulang kali menunda pekerjaan, meski tau pekerjaan itu harus diselesaikan.

Memulai sebuah proyek yang tidak pernah diselesaikan. Merasa tidak dapat melanjutkan, bahkan ketika diberi kesenpatan untuk melakukannya. Atau kita mungkin bermimpi melakukan suatu hal yang keren dan luar biasa , namun tidak pernah serius melakukannya.

Bentuk lain dari Sabotase diri adalah saat kita berhenti melakukan suatu pekerjaan tanpa alasan yang jelas, ketika hendak mencapai tujuan. Keterampilan dan kemauan ada, namun sesuatu menghentikan kita untuk maju.

Sabotase diri sering kali didorong oleh negative self-talk, dimana kita mengatakan kepada diri sendiri bahwa kita tidak sanggup dan tidak layak untuk sukses. Kita mendapati diri kita memikirkan hal-hal seperti "kamu tidak bisa melakukan itu,""kamu tidak pantas mendapatkannya," atau “jika kamu mencoba, mungkin kamu akan gagal juga."

Kita semua mungkin melakukan dan merasakan perilaku tersebut di beberapa keadaan. Tapi, beberapa dari kita lebih cenderung melakukan Sabotase diri dibanding yang lain, dan mungkin sulit untuk mengakui bahwa kita melakukannya. Jadi, jangan abaikan atau remehkan tanda-tanda tersebut. Sabotase diri dapat memperkuat rasa Ketidakberhargaan diri yang salah tempat dan memberikan pembenaran bagi pikiran negatif yang tidak memiliki dasar dalam kehidupan nyata.

Sabotase diri dan Self-Esteem

Salah satu alasan utama kita melakukan Sabotase diri adalah kurangnya Self-Esteem (harga diri). Sabotase diri dapat memiliki banyak penyebab berbeda, tapi pengaruhnya akan sama: perasaan tidak berharga, keyakinan bahwa kita tidak pantas sukses, dan bahkan benci pada diri sendiri.

Kita mungkin khawatir bahwa jika kita gagal, keluarga mungkin akan memandang rendah kita, atau kalau kita berhasil, rekan kerja akan iri. Pikiran dan perasaan yang mendalam ini menyebabkan negatif self-talk, yang memicu ketakutan dan perilaku menyabotase diri (Self-Sabotaging).

Beberapa orang menyabotase diri sendiri karena itu membuat mereka merasa mengendalikan situasi mereka. Dengan menyabotase dan kemudian menenangkan situasi, mereka mungkin mendapat dorongan untuk kepercayaan diri mereka, yang bersifat jangka pendek. Bahkan mungkin terasa menyenangkan untuk sementara waktu. Namun, "hadiah" itu ternyata merusak dalam jangka panjang.

Bagaimana Sabotase diri Merusak Diri?

Sabotase diri mengarahkan kita pada kegagalan dengan beragam cara

Pertama, Sabotase diri memperkuat perilaku negatif yang menghabisi potensi sukses kita. Dengan cara ini, kita akan terus melakukan kegagalan untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya, Self-Sabotage dapat merusak reputasi kita. Jika kita tidak melakukan apa yang telah kita katakan untuk dilakukan, resiko nyatanya adalah atasan atau rekan kerja akan melihat kita sebagai orang yang tidak bisa diandalkan, malas, atau tidak punya komitmen.

Orang-orang yang melakukan Sabotase diri juga dapat berperilaku secara agresi-pasif, dan bermasalah dalam manajemen rasa marah. Sehingga dapat merusak hubungan dengan orang dekat, baik keluarga, teman, maupun rekan kerja.
Baca Juga: Kesepian: Konsep, Sebab, dan Efek pada Kesehatan
Perasaan gagal dan kekecewaan akibat Sabotase diri menghasilkan perasaan bersalah dan frutasi lebih lanjut. Seiring berjalannya waktu, hal tersebut dapat dapat menumpuk menjadi rasa malu, dan menurunkan harga diri.

Bagaimana Cara Melawan Sabotase diri

1. Sadari Perilaku Sabotase diri Anda

Untuk menghentikan Sabotase diri, Pertama, kita harus menyadari perilaku Sabotase diri yang sering dilakukan.

Pikirkan tujuan atau target yang paling ingin kamu diwujudkan, tapi tidak pernah terealisasi atau tercapai. Apakah ada bagian atau waktu atau situasi tertentu dimana kamu menunda untuk mengerjakan atau mengambil keputusan? Apakah kamu merasa punya motivasi yang rendah, bahkan untuk hal-hal yang penting?

Pikirkan dan sadari sesuatu yang sering membuat kamu gagal tanpa alasan yang jelas dan bisa diterima akal. Apakah ada suatu perilaku yang kamu pernah lakukan (atau tidak kamu lakukan, tapi membuatmu berpikir) yang secara konsisten membuat orang lain merasa frustrasi atau kecewa? Apakah ada kegiatan atau tugas yang kamu rasa harusnya bisa dikerjakan dengan lebih baik, sehingga mebuatmu terganggu dan merasa tidak puas?

Mungkin akan terasa menyakitkan, tapi bertanya pada diri sendiri dengan pertanyan-pertanyaan di atas adalah hal yang penting. Dengarkan dan rasakan situasi masalah yang dialami, sehingga kamu bisa lebih memahami dengan baik apa yang sedang terjadi.

2. Pahami Emosi yang Mengarahkan pada Perilaku Sabotase diri

Setelah kita mengetahui dan menyadari perilaku Sabotase diri yang dilakukan, dengan menjawab contoh pertanyaan di atas. Selanjutnya, renungkan kembali emosi apa yang muncul dan mengarahkannya untuk melakukan perilaku Sabotase diri. Perilaku Sabotase diri seringkali berasal dari perasaan cemas, marah, dan tidak berharga.

Misalnya, saat atasan atau dosen memarahimu di koridor. Selanjutnya, hal itu membuatmu marah dan kecewa. Perasaan marah dan kecewa tersebut membuatmu tidak menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang diberikan.

Faktanya, atasan/dosen kamu mungkin memiliki banyak beban pikiran yang lain, dan bahkan akan kaget dan menyesal saat menyadari prilakunya. Namun, respon emosionalmu tidak mempertimbangkan hal itu.

Cobalah untuk selalu mengendalikan emosi yang mengarahkanmu pada perilaku negatif, atau berperilaku tidak adil pada orang lain. Sadari setiap tanda-tanda kemarahan atau kecemasanmu sebelum mereka mengambil kendali.

3. Perhatikan pikiran atau keyakinan yang menyebabkan emosi muncul

Setiap emosi yang mengarahkanmu pada perilaku negatif disebabkan oleh pikiran tidak rasional (irrasional). Pertimbangkan contoh pemikiran ini - pada contoh kasus sebelumnya, atasan kamu memarahi dan memukulmu bukan karena mereka tidak menyukaimu atau kecewa padamu, dia hanya memikirkan banyak hal lain yang mengganggunya pada saat itu.

Sadari apa yang kamu katakan pada dirimu sendiri ketika melakukan Sabotase diri. Tuliskan semua negative Self-Talk yang kamu lakukan, meskipun terdengar memalukan, bodoh ataupun tidak realistis.

Waktu yang tepat untuk melakukannya adalah ketika kamu sedang melakukan perilaku Sabotase diri. Pantau setiap pikiran sadarmu dan tuliskan. Misalnya, kembali pada contoh sebelumnya, katika atasanmu memarahi, kamu mungkin akan berpikir "Hancur sudah, saya telah gagal, Bapak atasan/dosen pasti sudah mencapai batas kesabarannya pada saya."

Ketika kamu sadar dengan negative Self-Talk yang kamu lakukan, Tanyakan pada dirimu sendiri, keyakinan apa yang mendasari perilaku Sabotase diri yang kamu lakukan? apakah keyakinan rasional atau tidak? atau apakah keyakinan/pikiran itu berdasar pada fakta nyata atau asumsi tak jelas belaka?

4. Ubah Perilaku, Emosi dan Pikiran

Setelah melakukan 3 tahap di atas, kita akan menyadari emosi, perilaku dan pikiran negatif yang mendasari kita melakukan Sabotase diri. Selanjutnya, kita bisa mulai melawan emosi, perilaku dan pikiran negatif tersebut. Dan, jika kamu dapat mengubah satu dari tiga aspek tersebut, maka dua aspek yang lain akan berubah dengan mudah.

Lawan pikiran negatif dengan positif afirmasi dan logis. Ubah asumsi-asumsi tidak jelas yang ada dan dapatkan bentuk pikiran baru yang betul-betul dibutuhkan.

Selanjutnya, kaitkan positif Self-Talk baru yang didapatkan dengan target atau pekerjaan yang ingin dicapai. Ketika keterampilan, keyakinan, dan perilaku telah selaras, kita dapat menciptakan kondisi mental, emosional, dan fisik yang diperlukan untuk melakukan apa pun yang diinginkan.

Catatan: Jika hanya mengubah perilaku secara sederhana dan tidak mengubah emosi dan pikiran yang ada di baliknya, kita tidak dapat mengubah kebiasaan Sabotase diri untuk jangka yang panjang. Namun itu dapat dilakukan jika kita menyadari, mempelajari dan memberikan penghargaan diri untuk setiap hasil perilaku yang baik, juga dapat memutuskan lingkaran perilaku negatif.

5. Kembangkan Perilaku Self-Supporting

Self-Supporting merupakan perilaku membantu dan mendorong diri untuk lebih ke arah positif. Ketika kita telah mengidentifikasi dan mulai melwan perilaku Sabotase diri yang tidak rasional, kita bisa memulai untuk membangun kembali Harga diri (Self-Estemm) kita. Coba tanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan ini:

- Apa yang bisa kamu katakan pada dirimu sendiri untuk bisa tetap positif dan meningkat?

- Berapa banyak opsi yang kamu miliki untuk mencapai target atau tujuanmu? Opsi apa saja itu?

- Bisakah kamu membangun kepercayaan diri dengan mengatur dan mendapatkan target yang kecil untuk mencapai target yang lebih besar?

Gunakan jawaban yang didapatkan untuk menjadi pesan inspirasi pada diri sendiri agar dapat bergerak ke arah yang lebih positif. Misalnya, "Walaupun saya tidak menyelesaikan pekerjaan ini, saya tau bahwa saya punya sumberdaya dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Ketika saya mulai menangani pekerjaan ini, saya tau akan melepaskan stres dan kecemasan yang saya dapatkan ketika menunda-nunda.”

Point Kunci

Sabotase diri adalah perilaku yang mengacaukan kesuksesan kita, terlepas dari keinginan, impian, atau nilai kita sendiri.
Akar masalah Sabotase diri sering terletak pada harga diri yang rendah, negative self-talk, dan emosi negatif yang terus diperkuat oleh kegagalan yang dihasilkan.
Kita dapat mengalahkan sabotase diri dengan memantau perilaku, perasaan, pikiran, dan kepercayaan tentang diri kita sendiri. Setelah kita memahami apa yang ada di balik sabotase diri, kita dapat mengembangkan perilaku positif dan mandiri untuk tetap di jalur yang benar.

Catatan: Tulisan ini merupakan bentuk terjemahan bebas sesuai pemahaman penulis dari artikel berbahasa inggris lain. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca (yang membacanya). Jika ada yang ingin ditanyakan dan didiskusikan terkait tema tulisan ini, silahkan tuliskan di kolom komentar. Wassalam.


Ahmad Fauzan  Husain

Semoga Bermanfaat..
Jangan lupa meninggalkan komentar ya.