Pengertian Ilusi
Shaleh dan Wahab (2004:115) mengemukakan bahwa ilusi adalah kesalahan pemberian makna terhadap informasi yang ditangkap melalui panca indra. Gleitman, Gross, dan Reisberg (2011:216) mengemukakan bahwa ilusi disebabkan oleh kesalahan individu memersepsikan jarak objek. Shacter, Gilbert, dan Wegner (2011:19) mengemukakan bahwa ilusi adalah kesalahan persepsi, memori, dan penilaian dari pengalaman subjektif individu, sehingga berbeda dengan realitas. Reber dan Reber (2010:451) mengemukakan bahwa ilusi adalah ketidakmampuan untuk memprediksi stimulus fisik, sehingga menghasilkan persepsi yang keliru.Bulatov dkk (2011:59) mengemukakan bahwa hasil penelitian mengenai ilusi muller-lyer menyimpulkan bahwa individu mengalami kesalahan menyamakan panjang antara dua garis disebabkan rangsangan tanda panah di ujung garis. Pepperberg, Vicinay, dan Cavanagh (2008:778) mengemukakan bahwa ilusi tidak ditentukan oleh faktor bawaan, tetapi berkembang setelah individu berinteraksi dengan lingkungan. Sarwono (2010:101) mengemukakan bahwa ilusi merupakan gejala yang normal dialami individu.
Sarwono (2010:102) mengemukakan bahwa ilusi menjadi tidak normal ketika gejala ilusi meningkat menjadi ilusi sosial, sehingga menimbulkan masalah. Ilusi sosial adalah ilusi persepsi sosial individu yang dapat menimbulkan konflik dengan lingkungan sosial. Kartono dan Gulo (2003:217) mengemukakan bahwa ilusi adalah persepsi yang dianggap salah karena tidak sesuai dengan pengalaman individu.
Gross (2012:299) mengemukakan bahwa ilusi adalah persepsi individu terhadap objek yang tidak sesuai dengan karakteristik fisik objek. Grass (2012:299) mengemukakan bahwa ilusi dapat terjadi karena kesalahan persepsi dan distorsi fisik stimulus. Shaleh dan Wahab (2004:115) mengemukakan bahwa ilusi adalah kesalahan persepsi ketika memperoleh stimulus mengenai fakta objektif yang disajikan oleh panca indra.
Shaleh dan Wahab (2004:115-116) mengemukakan bahwa ilusi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu pertama ilusi akibat faktor eksternal adalah ilusi terjadi ketika individu mendapatkan stimulus dari lingkungan. Kedua yaitu ilusi akibat kebiasaan adalah ilusi lebih mudah terjadi ketika otak lebih mengandalkan perspektif, sehingga menimbulkan kesalahan mengindra objek visual. Ketiga yaitu ilusi akibat harapan adalah ketika individu mencari barang akan sering melihat barang lain mirip dengan objek yang dicari. Keempat yaitu ilusi akibat kondisi stimulus terlalu kompleks adalah faktor yang membuat indivdiu mengalami ilusi akibat stimulus yang terlalu kompleks menyamarkan fakta objektif.
Teori ilusi
Matsumoto (2008:66) mengemukakan bahwa ilusi optik adalah persepsi individu yang berbeda dengan bentuk asli objek. Karakteristik stimulus yang mengakibatkan individu mengalami kesalahan persepsi. Matsumoto (2008:68) mengemukakan bahwa teori ilusi optik terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Carpentered world theory
Dayakisni dan Yuniardi (2004:100) mengemukakan bahwa the carpentered world theory adalah individu yang tinggal di lingkungan industri terbiasa melihat benda berbentuk persegi, sehingga tidak sadar dipengaruhi ilusi muller-lyer. Matsumoto (2008:68) mengemukakan bahwa carpentered world theory adalah ilusi dipengaruhi oleh pengalaman individu di lingkungan luar. Individu yang bermukim di Amerika terbiasa melihat benda berbentuk kotak di lingkungan sekitar, sehingga individu tidak sadar menafsirkan benda menjadi bentuk persegi. Individu menafsirkan garis lebih panjang ketika benda terproyeksi menjauh dan garis lebih pendek ketika terproyeksikan mendekati individu. Matsumoto (Dayakisni & Yuniardi, 2008:100) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer tidak memengaruhi individu di lingkungan non industri, karena bentuk lingkungan masih beragam.b. The front-horizontal foreshortening theory
Matsumoto (2008:69) mengemukakan bahwa the front-horizontal foreshortening theory adalah ilusi yang terjadi ketika individu menafsirkan garis vertikal di mata individu sebagai garis horizontal. Individu menafsirkan garis vertikal sebagai garis yang terentang menjauhi individu, sehingga individu mempersepsikan stimulus garis vertikal lebih panjang dari garis horizontal. Matsumoto (2008:77) mengemukakan bahwa ilusi horizontal vertikal adalah ilusi garis vertikal dan garis horizontal sama panjang ditempatkan berdekatan, sehingga terlihat tidak sama panjang. Dayakisni dan Yuniardi (2004:100) mengemukakan bahwa the front-horizontal foreshortening theory adalah individu yang tidak tinggal di lingkungan industri tidak dipengaruhi oleh ilusi horizontal vertikal. Dayakisni dan Yuniardi (2004:100-101) mengemukakan bahwa ilusi horizontal vertikal lebih memengaruhi individu yang bermukim di pedalaman karena pengalaman individu digeneralisasikan pada garis vertikal.
c. Symbolizing three dimensions in two dimensions theory
Matsumoto (2008:69) mengemukakan bahwa symbolizing three dimensions in two dimensions theory adalah ilusi yang terjadi ketika individu hidup dalam budaya barat cenderung untuk lebih banyak memerhatikan hal yang tertera diatas kertas. Dayakisni dan Yuniardi (2004:101) mengemukakan bahwa symbolizing three dimensions in two dimensions theory adalah ilusi optik memiliki peran simbolisasi pada kertas. Proses belajar terinternalisasi mengarahkan individu melihat setiap gambar dua dimensi menjadi gambar tiga dimensi.
Ilusi Muller-Lyer
Matsumoto (2008:66) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer memiliki dua garis tanda panah pada setiap ujung garis. Garis di sebelah kiri memiliki tanda panah mengarah keluar dan garis di sebelah kanan mempunyai tanda panah mengarah ke dalam. Shacter, Gilbert, dan Wegner (2011:19) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer memiliki dua garis horizontal yang sama panjang. Shacter, Gilbert, dan Wegner (2011:19) mengemukakan bahwa ilusi digunakan psikologi gestalt untuk menunjukkan persepsi keseluruhan memengaruhi penilaian individu terhadap objek. Sarwono (2010:100) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer merupakan ilusi visual yang memperlihatkan dua garis sama panjang, tapi terlihat panjang kedua garis berbeda.Wade dan Travis (2007:212) mengemukakan bahwa otak memaknai garis dengan cabang mengarah ke luar sebagai garis lebih jauh dan cabang mengarah ke dalam terlihat lebih dekat. Wade dan Travis (2007:212) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer adalah garis yang menggambarkan kedalaman persepsi individu. Reber dan Reber (2010:600) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer adalah ilusi anak panah dengan panjang antara dua garis sama persis. Shaleh dan Wahab (2004:115-116) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer tidak mempengaruhi suku Afrika primitif karena terbiasa melihat bentuk lingkaran dan lekungan.
Baca Juga: Pengertian, Jenis dan Cara Mengatasi KelelahanKartono dan Gulo (2003:294) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer adalah dua buah garis terlihat sama panjang sebagai ilusi visual karena setiap ujung garis diberi arah panah berlawanan. Rivers (Dayakisni & Yuniardi, 2004:99) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer memiliki hubungan dengan persepsi visual setiap budaya. Matsumoto (2008:77) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer adalah ilusi akibat sudut garis yang mebuat garis terlihat lebih panjang dan lebih pendek tergantung arah panah.
Quinlan dan Dyson (2008:224) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer akan tetap terjadi jika individu tidak diberitahu bahwa dua garis memiliki panjang yang sama. Individu akan tetap melihat dua garis memiliki panjang berbeda, walaupun individu berusaha untuk menyamakan panjang garis. Solso, Maclin, dan Maclin (2008:78) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer adalah ilusi oleh dua garis yang tampak memiliki panjang berbeda, walaupun kedua garis memiliki panjang sama.
Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Ilusi muller-lyer dapat diterapkan pada profesi perancang busana untuk dapat memperlihatkan badan gemuk maupun kurus menggunakan ilusi muller-lyer. Shacter, Gilbert, dan Wegner (2011:19) mengemukakan bahwa ilusi digunakan psikologi gestalt untuk menunjukkan persepsi keseluruhan yang mempengaruhi penilaian individu terhadap objek. Individu dapat terlihat kurus dengan menggunakan motif vertikal dan gemuk dengan menggunakan motif horizontal.2. Ilusi muller-lyer dapat diterapkan pada profesi tukang mebel mampu membuat sketsa dari barang yang diinginkan konsumen seperti lemari. Wade dan Travis (2007:212) mengemukakan bahwa ilusi muller-lyer adalah garis yang menggambarkan kedalaman persepsi individu. Individu dapat membayangkan sketsa yang digambarkan tukang mebel dengan menggunakan persepsi kedalaman.
3. Ilusi muller-lyer dapat diterapkan oleh pembuat story boarding untuk membuat dan menciptakan sketsa gambar yang memiliki simbolisasi, sehingga pembaca memiliki persepsi sama pada ide cerita pembuat. Dayakisni dan Yuniardi (2004:101) mengemukakan bahwa symbolizing three dimensions in two dimensions theory adalah peran simbolisasi ilusi optik pada kertas. Proses belajar terinternalisasi mengarahkan individu melihat setiap gambar dua dimensi menjadi gambar tiga dimensi.
4. Ilusi muller-lyer dapat diterapkan individu di bidang teknik sipil ketika mengukur kondisi permukaan jalan menggunakan alat bengkelman dengan cara mengukur gerakan vertikal. Matsumoto (2008:69) mengemukakan bahwa the front-horizontal foreshortening theory adalah ilusi ketika individu menafsirkan garis vertikal di mata individu sebagai garis horizontal yang terentang sampai kejauhan. Individu dapat mengukur kondisi permukaan jalan dengan memperlihatkan garis horizontal dan vertikal.
5.Ilusi muller-lyer dapat diterapkan individu yang berprofesi sebagai pelukis untuk menggambarkan objek agar terlihat nyata dengan menggambarkan objek yang terlihat dekat dan jauh dari pengamatan. Dayakisni dan Yuniardi (2004:101) mengemukakan bahwa symbolizing three dimensions in two dimensions theory adalah ilusi optik memiliki peran simbolisasi pada kertas. Proses belajar terinternalisasi dan mengarahkan individu bahwa setiap gambar dua dimensi akan terlihat menjadi gambar tiga dimensi.
Daftar Pustaka
Bulatov, A., Bertilus, A., Mickiene, L., Surkys, T., & Bielevicius, A. (2011). Contextual flanks’ tilting and magnitudeof illusion of extent. Vision Research, 51(-), 58-64.
Dayakisni, T., & Yuniardi, S. (2004). Psikologi lintas budaya (ed. revisi). Malang: UMM Press.
Gleitman, H., Gross, J., & Reisberg, D. (2011). Psychology (8th ed). London: Norton & Company.
Gross, R. (2012). Psychology the science of mind and behavior (6th ed). (Terjemahan oleh H. P. Soetjipto & S. M. Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Matsumoto, D. (2008). Pengantar psikologi lintas budaya. (Terjemahan oleh A. Aditomo). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pepperberg, I. M., Vicinay, J., & Cavanagh, P. (2008). Processing of the Muller-Lyer illusion by a Grey parrot (Psittacus erithacus). Perception, 37(-), 765-781. doi:10.1068/p5898.
Pintrich, P. R. (2003). Motivation and classroom learning. (Dalam W. M. Reynolds & G. E. Miller (Eds.), Handbook of Psychology (hal. 104-122). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Quinlan, P., & Dyson, B. (2008). Cognitive psychology. England: Pearson.
Reber, A. S., & Reber, E. S. (2010). Kamus psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, S.W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Shacter, D. L., Gilbert, D. T.,& Wegner, D. M. (2011). Psychology (2nd ed). New York: Worth Publishers.
Shaleh, A.R., & Wahab, M. A. (2004). Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media Group.
Solso, R., Maclin, O., & Maclin, M. K. (2008). Psikologi kognitif (ed. ke-8). (Terjemahan oleh M. Rahardanto dan K. Batuadji). Jakarta: Erlangga.
Wade, C., & Tavris, C. (2007). Psikologi jilid 1 (ed. ke-9). (Terjemahan oleh B. Widyasinta dan D. Juwono). Jakarta: Erlangga.
Dayakisni, T., & Yuniardi, S. (2004). Psikologi lintas budaya (ed. revisi). Malang: UMM Press.
Gleitman, H., Gross, J., & Reisberg, D. (2011). Psychology (8th ed). London: Norton & Company.
Gross, R. (2012). Psychology the science of mind and behavior (6th ed). (Terjemahan oleh H. P. Soetjipto & S. M. Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Matsumoto, D. (2008). Pengantar psikologi lintas budaya. (Terjemahan oleh A. Aditomo). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pepperberg, I. M., Vicinay, J., & Cavanagh, P. (2008). Processing of the Muller-Lyer illusion by a Grey parrot (Psittacus erithacus). Perception, 37(-), 765-781. doi:10.1068/p5898.
Pintrich, P. R. (2003). Motivation and classroom learning. (Dalam W. M. Reynolds & G. E. Miller (Eds.), Handbook of Psychology (hal. 104-122). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Quinlan, P., & Dyson, B. (2008). Cognitive psychology. England: Pearson.
Reber, A. S., & Reber, E. S. (2010). Kamus psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, S.W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Shacter, D. L., Gilbert, D. T.,& Wegner, D. M. (2011). Psychology (2nd ed). New York: Worth Publishers.
Shaleh, A.R., & Wahab, M. A. (2004). Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media Group.
Solso, R., Maclin, O., & Maclin, M. K. (2008). Psikologi kognitif (ed. ke-8). (Terjemahan oleh M. Rahardanto dan K. Batuadji). Jakarta: Erlangga.
Wade, C., & Tavris, C. (2007). Psikologi jilid 1 (ed. ke-9). (Terjemahan oleh B. Widyasinta dan D. Juwono). Jakarta: Erlangga.
0 Comments
Jangan lupa meninggalkan komentar ya.